Hak Milik vs Hak Guna, Apakah Anda Benar-Benar Memiliki Sesuatu?

Photo by Sami Lamqaddam on Unsplash

Tadi malam ada kegiatan penggalangan dana untuk pemugaran masjid di kampung halaman.

Masjid itu sudah sudah berusia hampir 25 tahun.

Artinya masjid itu dibangun saat saya masih batita.

Di dusun tempat saya tinggal ada empat masjid di empat RT.

Artinya setiap RT memiliki masjid, adapun masjid yang akan dipugar ini adalah cikal bakal dari tiga masjid yang lain.

Acara penggalangan dana ini diisi dengan bacaan dan makna-keterangan Al Quran, nasihat agama serta makan-makan.

Ada hal yang benar-benar menarik dalam nasihat agama yang disampaikan Pak Marsan dalam nasihat agamanya.
(Pak Marsan merupakan salah satu pejuang dan pendakwah pertama di kampung halaman saya.)

Yaitu cerita mengenai perbedaan arti Hak Milik dan Hak Guna.

Kira-kira apa yang Anda duga?

Mungkin Anda sudah bisa menebak apa arti Hak Milik dan Hak Guna.

Hak Milik vs Hak Guna


Jadi begini ceritanya,

Pada dasarnya manusia akan berlomba-lomba untuk “membeli” Hak Milik berbagai barang dengan harapan barang tersebut menjadi miliknya.

Kita sebut saja tanah, ada SHM. Kendaraan bermotor ada BPKB. Handphone, TV, Kulkas, dan alat elektronik lainnya. Semua diupayakan kalau bisa menjadi hak milik.

Tapi ada fakta menarik di sini.

Apa sebenarnya yang menjadi definisi Hak Milik?

Kalau menurut KBBI, hak milik artinya hak untuk mengambil keuntungan dari suatu benda dalam kekuasaan tanpa merugikan pihak lain dan dipertahankan dari pihak mana pun.

Sederhananya, hak milik adalah hak menguasai dan mempertahankan.

Pertanyaannya, sampai kapan?

Sampai mati, mungkin itu jawaban Anda.

Sekarang, coba kita bandingkan dengan definisi Hak Guna.

Secara sederhana, Hak Guna adalah hak untuk memperoleh manfaat dari suatu barang sampai jangka waktu tertentu.

Jangka waktu tertentu, kata kunci pada hak guna ada pada frasa ini.

Kalau kita kembalikan kepada pertanyaan tadi mengenai sampai kapan hak milik kita maka muncul paradoks yang menggelitik.

Apakah mati itu bukan “jangka waktu tertentu”?

Betul, pada akhirnya secara hakikatnya mati juga merupakan jangka waktu tertentu itu sendiri.

Jadi semua yang kita anggap sebagai hak milik itu adalah hak guna.

Mungkin Anda setuju, mungkin juga tidak.

Tidak masalah, toh kenyataannya “kepemilikan” Anda akan berbagai barang dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Iya, kematian.

Namun bukan paradoks ini yang menjadi inti cerita.

Yang menjadi inti cerita adalah sesungguhnya ada jalan untuk menjadikan “hak guna” ini menjadi “hak milik”.

Mengubah hak guna menjadi hak milik hakiki.


Jika Anda setuju dengan konsep hak milik dan hak guna yang disebutkan di atas, mari kita lanjutkan menuju hal paling penting dari konsep hak guna dan hak milik ini.

Hal yang paling penting sekaligus kabar gembira mengenai konsep hak milik di sini adalah adanya cara mengubah hak guna menjadi hak milik hakiki.

Untuk memahami cara konversi ini, ada sebuah cerita nyata yang masyur dan membuat iri dalam arti baik.

Cerita itu adalah cerita Sumur Raumah atau bisa disebut juga sumur Utsman.

Sumur ini berada di kota Madinah dan berada sekitar lima kilometer dari masjid Nabawi.

Sumur Raumah merupakan wakaf dari sahabat sekaligus menantu Rasulullah SAW, yaitu Utsman bin Affan.

Diceritakan bahwa beberapa lama setelah Rasulullah SAW dan kaum Muhajir hijrah ke Madinah, terjadi musim paceklik air.

Akibatnya kaum muslim kesulitan mencari air bersih.

Sumur Raumah, sumur yang dimiliki oleh orang Yahudi menjadi tujuan utama untuk membeli air karena memang pemilik sumur meminta bayaran bagi siapa saja yang mengambil air di sumurnya.

Mengetahui hal ini Rasulullah SAW menawarkan kepada para sahabatnya bahwa barang siapa yang bisa membebaskan sumur itu dan menyedekahkannya maka akan dijamin surga oleh Allah.

Utsman tidak menyia-nyiakan peluang luar biasa ini.

Beliau kemudian mendatangi pemilik sumur dan berusaha menawar untuk membeli sumur Raumah.

Pemilik sumur menolak tawaran utsman karena lebih memilih untuk mendapatkan pendapatan harian.

Dengan kemampuan berniaganya, Utsman memberikan tawaran yang sangat cerdik.

Utsman menawar bahwa beliau hanya akan membeli separuhnya saja sehingga pemilik sumur itu tetap bisa menjualnya.

Praktik yang ditawarkan Utsman adalah sehari sumur itu menjadi miliknya kemudian hari berikutnya menjadi milik pemilik lama.

Pemilik sumur menyetujui tawaran ini.

Namun tanpa disangka pemilik sumur, ternyata ini adalah strategi brilian Utsman untuk memaksa si pemilik menjual sumur secara penuh.

Utsman mengumumkan kepada penduduk Madinah bahwa ketika hari di mana sumur menjadi milik Utsman, mereka bebas mengambil air secara gratis.

Utsman juga berpesan untuk mengambil air sehingga cukup untuk kebutuhan dua hari karena sumur akan berganti pemilik antara Utsman dan Pemilik lama setiap sehari sekali.

Keadaan ini menyebabkan air yang dijual pemilik sumur lama di hari berikutnya tidak laku.

Akhirnya pemilik sumur menjual separuh sumur sisa kepada Utsman.

Dengan demikian Utsman menyedekahkan sumur dan lahan sekitarnya secara penuh dan pemilik lama juga masih bisa mengambil air di sumur tersebut sama seperti orang-orang lain.

Setelah beberapa waktu, ternyata di sekitar sumur tumbuh pohon-pohon kurma.

Pohon-pohon kurma ini dipelihara oleh penguasa sejak zaman Daulah Utsmaniyah hingga pemerintah Saudi.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari kisahmuslim.com, jumlah pohonnya ada 1.550 pohon.

Hingga saat ini sumur dan kebun kurma ini masih produktif bahkan setelah 1.400 tahun.

Menariknya, pemerintah Saudi mengelola kebun ini dan memanfaatkan hasilnya untuk amal jariyah atas nama Utsman bin Affan.

Jadi sejak 1.400 tahun lalu hingga kini, manfaat dari sumur dan kebun kurma ini tidak henti-hentinya mengalir baik untuk orang-orang yang masih hidup maupun untuk Utsman bin Affan yang sudah wafat.

Utsman bin Affan memilih untuk mengkonversi hak guna dari sumur dan kebun ini menjadi hak milik hakiki yang terus beliau nikmati manfaatnya bahkan ketika beliau sudah wafat.

Jika Utsman memilih untuk memanfaatkannya sendiri, beliau hanya akan memiliki hak guna sumur dan kebun itu hingga beliau wafat.

Ketika beliau memilih hak milik hakiki, Allah mengatur semuanya hingga setelah 1.400 tahun pun sumur dan kebun ini masih tetap mendatangkan manfaat untuk pemiliknya, Utsman bin Affan.

Inilah teknik konversi hak guna menjadi hak milik hakiki yang brilian.

Manfaat yang akan senantiasa dirasakan sampai waktu yang tidak terbatas. Luar biasa.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Apabila Anda memiliki cerita di sekitar Anda mengenai orang-orang inspiratif dalam kemanusiaan, silakan berkomentar di kolom komentar.

Menginspirasi dengan berbagi.