Minimalism, Tidak Sama dengan Ngirit Melilit apalagi Medit Justru Ujungnya adalah Kebahagiaan Orisinil yang Sejati, Penasaran?

Photo by Samantha Gades on Unsplash


Satu kenyataan, sesuatu yang paling dekat dan pasti namun sering dirasa masih 10.000 tahun lagi.

Apa Anda tahu kelapa?

Tentu Anda tahu.

Apakah setiap bunga kelapa akan menjadi kelapa? Jawabannya tentu tidak.

Ada sebagian bunga yang sudah akan jatuh sebelum menjadi bluluk (kelapa kecil).

Kemudian tidak semua bluluk akan menjadi kelapa dewasa.

Ada yang sudah gugur saat masih bunga, ada yang sudah jatuh saat masih bluluk, ada yang sudah sampai jadi kelapa kering tapi belum jatuh juga.

Ini adalah gambaran yang sering digunakan ayah saya untuk mengingat kenikmatan hidup saat ini.

Pada akhirnya ajal adalah sesuatu yang paling dekat karena datangnya pasti.

Sementara semua rencana yang sudah kita buat masih dalam ketidakpastian. Bahkan 1 detik ke depan sejatinya kita tidak menguasainya.

Ketika kita tengok kembali bahwa begitu banyak orang yang sudah mendahului kita, tidakkah ini menimbulkan perasaan urgensi yang sangat mengenai kehidupan ini?

Lantas jika kehidupan ini seurgensi itu, apa sebenarnya yang menjadi tujuan sejati dalam kehidupan yang sangat singkat ini?

Ingat kembali bahwa kita tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi bahkan 1 detik ke depan.

Setiap dari kita pasti memiliki impian-impian sejati yang terus-menerus terngiang dalam benak kita mengenai kebahagiaan hidup yang sejati.

Menikmati waktu dengan orang-orang tercinta, melakukan kegiatan amal, mengunjungi tempat-tempat tertentu, menyibukkan diri untuk beribadah, dan lain-lain.

Sering kali hal-hal yang berkaitan dengan kebahagiaan sejati kita simpan dalam kotak impian yang dilabeli dengan kode NANTI.

Nanti jika saya sudah memiliki cukup uang, pada kenyataannya tidak peduli seberapa banyak uang yang kita miliki, selalu ada perasaan kurang, manusiawi.

Nanti jika saya sudah memiliki cukup waktu, kenyataannya waktu yang kita miliki terbatas dan selalu maju ke depan.

Pada saat “Nanti” itu pada kenyataannya tak ada jaminan semuanya masih sama, mungkin kondisi orang tua sudah tidak muda lagi, anak-anak sudah menjadi dewasa dan seterusnya.

Jadi, jangan terjebak di tempat menunggu, jangan tersesat saat menunggu. Seperti kata Richie Norton dalam bukunya “Kekuatan Memulai Hal Bodoh”.

Richie Norton dalam bukunya “Kekuatan memulai hal bodoh” juga mengutarakan sebuah istilah yang menarik, yaitu “kebingungan masa pensiun”.

Kebingungan masa pensiun: ketika orang-orang menyalahartikan pentingnya menabung dengan kebutuhan untuk menunda mengejar cita-cita.

Yang perlu ditegaskan:
Menabung dan menginvestasikan uang untuk masa depan = Hal Bagus
Menabung impian-impian untuk masa depan = Hal buruk

Banyak orang yang terjebak dengan jebakan pensiun.

Rata-rata urutan kehidupan yang diyakini orang-orang adalah begini:
Lahir
Menjalani masa anak-kanak
Menjadi dewasa
Menyelesaikan pendidikan
Bekerja
Berpenghasilan tinggi
Pensiun
Menjalani impian-impian

Mereka mempersiapkan diri dengan bekerja keras, menginvestasikan waktu dan sumber daya lalu permainan menunggu dimulai.

Mereka menunggu selama bertahun-tahun hanya untuk mendapati bahwa keindahan di akhir masa pensiun tidak selamanya persis seperti yang dibayangkan.

Kadang-kadang orang yang dicintai sudah meninggal, kesehatan sudah menurun, dan hambatan lain-lainnya.

Jadi, jangan sampai tersesat saat menunggu.

Waktu sesungguhnya yang kita miliki adalah saat ini. Karena hakikatnya waktu “nanti” adalah sepenuhnya tidak dalam kendali kita.

Sekarang pertanyaannya, Apakah kebahagiaan sejati yang Anda kejar sesungguhnya?

Untuk menjawab apa yang sesungguhnya menjadi kebahagiaan sejati kita, mari kita gunakan kondisi ideal yang kita impikan dalam dunia “seandainya”.

Seandainya Anda sudah punya cukup uang, sudah punya cukup waktu, sudah punya cukup pengetahuan, apa yang ingin Anda lakukan?

Tentu jawaban masing-masing dari kita akan berbeda.

Namun coba kita cermati lagi, seharusnya akan ada kesamaan benang merah dari kebahagiaan sejati yang kita inginkan.

Benang merah itu tidak akan berhubungan dengan materialisme, tapi lebih kepada makna dan nilai yang kita pegang teguh.

Cinta kasih, kesetaraan, kedamaian, seharusnya itu yang akan menjadi benang merah kebahagiaan kita.

Mungkin jawaban kebahagiaan sejati kita adalah bisa menikmati waktu bersama orang-orang tercinta, bisa membantu orang-orang yang membutuhkan, bisa menghabiskan waktu dalam beribadah, dan seterusnya.

Jika Anda lihat, kebahagiaan sejati kita sebenarnya tidak selalu terikat dengan materialisme. Hanya saja kita membuat aturan-aturan yang seolah kita harus melalui tahapan materialisme terlebih dahulu dan menyimpan impian-impian kebahagiaan sejati kita untuk nanti.

Jadi kenapa tidak kita mulai saat ini juga dengan memikirkan akhirnya?

Seperti istilah dari M.R. Covey, Mulailah sambil memikirkan akhirnya.

Minimalism, alat untuk membantu mencapai kebahagiaan sejati.

Beberapa tahun yang lalu, ada sahabat saya yang melontarkan pertanyaan yang membuat saya takjub dan sedikit heran.

“Apakah kamu tidak suka fashion? Kamu kan sekarang sudah bekerja dan berpenghasilan?”, kata sahabat saya.

Mendengar pertanyaan itu saya spontan menjawab bahwa saya memang tidak begitu paham dengan fashion yang sedang tren.

Namun setelah saya pikirkan kemudian, ternyata yang dimaksud sahabat saya ini bukanlah tren fashion yang harus saya ikuti. Namun pakaian saya yang terkesan itu-itu saja.

Sebenarnya dia tidak salah juga. Tentu saja, apa salahnya bertanya kan.

Saya menyukai setelan pakaian berupa kaos polo dan celana Jean atau celana chino.

Kaos polo saya ada 6 dengan dua warna berbeda, hitam dan biru dongker. Sejujurnya itu saya dapat dari kantor.

Namun kaos itu benar-benar nyaman bagi saya, sehingga saya merasa cukup dan nyaman menggunakannya.

Kalau sudah cukup, apa perlu lebih? Itu prinsip saya.

Beberapa waktu yang lalu saya secara tidak sengaja menemukan channel youtube yang sangat menarik.

Channel tersebut milik seorang minimalis, channelnya bernama Matt D’Avella.

Setelah saya bertanya ke sana ke mari via mesin pencari terpopuler sejagat “google”, akhirnya saya mulai membaca artikel-artikel mengenai hidup minimalis yang ternyata mulai tren sejak beberapa tahun lalu.

Secara singkat menurut saya konsep hidup minimalis bisa dijabarkan dengan kalimat berikut ini.

“konsep hidup yang berorientasi kepada kebahagiaan sejati Anda, dengan melakukan hal-hal yang benar-benar penting untuk mencapai kebahagian sejati itu.”

Jadi, konsep hidup minimalis tidak berarti harus membatasi kepemilikan barang. Namun lebih kepada membuat kepemilikan barang pada batas yang cukup.

Kemampuan mengatakan cukup kepada diri sendiri memang harus dilatih karena konsep kebutuhan dan keinginan selalu menjadi persoalan banyak orang sejak dulu.

Pada dasarnya, konsep hidup minimalis setiap orang akan berbeda. Ini kembali lagi karena kebahagiaan sejati setiap orang juga berbeda.

Untuk meyakinkan Anda, berikut ini ada beberapa contoh para minimalis yang sukses dengan standar yang berbeda-beda.

Leo Babauta memiliki seorang istri dan enam orang anak.

Joshua Becker memiliki karier yang disukainya, sebuah keluarga yang dia cintai, sebuah rumah, dan sebuah mobil.

Selanjutnya ada Colin Wright cukup memiliki 51 barang dan berkeliling dunia.

Ada juga Tammy Strobei dan suaminya yang hidup di rumah kecil dan memutuskan hidup tanpa mobil pribadi.

Apakah Anda melihat perbedaan mereka secara kepemilikan materi?

Tapi mengapa mereka sama-sama termasuk orang-orang minimalis?

Jawabannya kembali kepada konsep kebahagiaan sejati.

Karena kebahagiaan sejati orang-orang tersebut berbeda maka cara mereka meraihnya juga berbeda.

Jadi bagaimana kita memanfaatkan konsep hidup minimalis untuk mencapai kebahagiaan sejati kita?

“Memilih” terkadang merupakan hal yang cukup sulit dilakukan.

Sudah berapa kali Anda menimbun barang yang sebenarnya tidak lagi terpakai saat beres-beres rumah dengan dalih “sayang dibuang”?

Tes Bezos, cara unik untuk menyederhanakan pilihan Anda.

Bagaimana seandainya kita bisa menjelajah waktu dan bisa melihat masa depan?

Saat kita menjelajah waktu ke masa depan dan melihat diri kita saat berusia 80 tahun dengan segala kesuksesan dan kegagalan yang dialami, apa yang ingin kita lakukan jika kita juga bisa melihat kesalahan-kesalahan di masa-masa sebelumnya?

Tentu saja kita akan memperbaikinya bukan?

Ternyata sejatinya Anda bisa menggunakan konsep ini.

Konsep yang digunakan Jeff Bezos untuk memilih memulai Amazon.com dan meninggalkan karirnya yang cemerlang di Wall Street.

Konsep ini bisa disebut sebagai Tes Bezos.

“Saat saya berusia 80 tahun, akankah saya menyesali pilihan ini?”

Kalimat ini – Tes Bezos – akan menyederhanakan pilihan Anda.

Bukan hanya menyederhanakan jumlah pilihan dalam list Anda tapi juga mempersingkat proses pemilihan itu.

Coba Anda bayangkan saat Anda berusia 80 tahun, saat tubuh Anda lebih banyak menghabiskan waktu di kursi santai Anda.

Kemudian Anda kembali ke masa-masa saat pilihan-pilihan penting dalam hidup Anda harus diambil.

Tes ini akan membantu Anda dalam membuat pilihan-pilihan paling membingungkan sekaligus mungkin paling berpengaruh dalam hidup Anda.

Selamat menoba!

Kalau Anda memiliki pendapat mengenai tulisan ini, silakan dituliskan di kolom komentar ya.
Saran dari Anda sangat saya tunggu. Terima kasih