Pracimantoro berbatasan dengan Pacitan dan Gunung Kidul |
Setidaknya
ada 31 desa di 7 kecamatan di Kabupaten Wonogiri yang menjadi langganan bencana
kekeringan.
Kesemua
daerah yang terkena bencana kekeringan saat kemarau ini terletak di bagian
selatan daerah administrasi Kabupaten Wonogiri.
Desa yang dilanda
bencana tahunan ini antara lain terletak di kecamatan: Pracimantoro,
Paranggupito, Manyaran, Eromoko, Giriwoyo, Giritontro, Nguntoronadi.
Kekeringan
memang digolongkan menjadi salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara
perlahan, namun memiliki dampak sangat luas dan bersifat lintas sector
(ekonomi, social, kesehatan, Pendidikan, dll).
Untuk lebih
memahami permasalahan kekeringan di Wonogiri ini mari kita lihat satu per satu
mulai dari penyebabnya, solusi yang saat ini dipilih, dan alternatif solusi
yang bisa menjadi pilihan.
Dalam tulisan
ini mari kita pelajari dari penyebabnya dulu ya.
Wonogiri,
terutama bagian selatan sebenarnya termasuk DAS Bengawan Solo Hulu, namun
mengapa justru sering kekeringan?
Mari kita
lihat fakta tentang Wilayah Wonogiri bagian selatan berikut ini.
Kawasan Karst, kering di permukaan, berlimpah di bawah tanah.
Kawasan
Wonogiri bagian selatan merupakan bagian dari sub sistem Kawasan karst
Gunungsewu, yaitu sub sitem Pracimatoro – Giritontro.
Sebelum
lebih jauh, kita perlu memahami dulu apa itu Kawasan karst.
Kawasan
karst merupakan lahan yang terbentuk akibat pelarutan, umumnya daerah gamping
yang mungkin dulunya adalah laut kemudian terangkat akibat adanya fenomena
geologi semisal tabrakan lempeng.
Karena sifatnya
yang mudah larut, Kawasan karst umumnya memiliki permukaan yang kering karena
air mudah lolos ke bawah tanah sambil melarutkan media yang dilaluinya.
Sejatinya
Kawasan karst memiliki cadangan air yang banyak, namun berupa aliran bawah
tanah.
Aliran bawah
tanah ini bisa membentuk sungai bawah tanah yang memiliki banyak goa.
Oleh karena
itu, umumnya Kawasan karst banyak terdapat goa.
Oke, mari
kita lanjut dengan sub sitem karst di Wonogiri ini.
Umumnya
Kawasan karst gunungsewu memiliki aliran dari utara menuju ke selatan (ke arah
gunungsewu), namun sub sistem karst pracimantoro-giritontro memiliki aliran
yang berbeda.
Arah aliran
sub sistem karst ini mengarah ke cekungan baturetno, tidak ke arah gunungsewu.
Ini
dibuktikan dengan ditemukannya beberapa aliran yang muncul di beberapa tempat
di cekungan baturetno.
Setidaknya
ada 42 mata air yang dapat diamati di berbagai Wilayah cekungan Baturetno.
Adapun yang
memiliki debit cukup besar (10 lt/dtk) antara lain: mata air tempur, Banyumetu,
Suci, Beji, Karangpulo, Kalisoco, Kedung Maling, Dung Sumber, dan Luweng Sapi.
Dengan
adanya berbagai mata air ini membuktikan bahwa sebenarnya ada aliran air bawah
tanah yang melalui Kawasan karst Wonogiri bagian selatan.
Namun yang
masih menjadi PR adalah bagaimana aliran bawah tanah ini mampu dimanfaatkan
untuk mengatasi kekeringan yang sudah menjadi langganan setiap musim kemarau.
Iklim yang berubah menjadi salah satu faktor terjadinya kekeringan.
Salah satu
penyebab anomaly kekeringan adalah perubahan iklim.
Perubahan
iklim berpengaruh pada frekuensi, durasi, dan tingkat kekeringan (Madadgar dan
Moradkhani, 2013).
Berdasarkan
analisis curah hujan selama 30 tahun terakhir (Arismaya, 2016), Wilayah
Pracimantoro memerlukan perhatian lebih dalam penanggulangan kekeringan.
Pracimantoro
mengalami kondisi kering lebih dari 50%.
Umumnya kondisi
kering ini diakibatkan karena adanya perubahan iklim sehingga curah hujan yang
ada tidak merata.
Pola penggunaan air di Kawasan Karst memang berbeda, hujan benar-benar terasa menjadi berkah.
Penggunaan air
pada umumnya bisa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu air minum, MCK, dan
kebutuhan lain.
Sumber air
di daerah karst umumnya terdiri dari air hujan, mata air, dan telaga.
Air hujan ditampung
pada bak-bak penampungan yang dimiliki oleh hampir setiap rumah tangga.
Sedangkan telaga
terbentuk akibat adanya cekungan di antara kubah-kubah karst dan akan terisi
air pada musim penghujan.
Sumber air
selanjutnya adalah mata air atau biasa disebut “sumber” oleh masyarakat
terbentuk dari aliran bawah tanah yang muncul ke permukaan.
Sebagaimana
karakteristik Kawasan karst yang mudah meloloskan air, maka aliran bawah tanah sudah
seperti ciri wajib yang ada di Kawasan karst.
Aliran bawah
tanah inilah yang membentuk mata air yang umumnya akan muncul di daerah dekat
pantai.
Namun sebagaimana
yang sudah disebutkan di atas, sub sistem karst Pracimantoro-Giritontro memiliki
karakteristik aliran yang unik karena adanya pengaruh cekungan baturetno.
Kebanyakan mata
air justru ditemukan di daerah cekungan baturetno yang mana berada di utara Wilayah
sub sistem karst Pracimantoro-Giritontro.
Tapi tidak
berarti tidak ada mata air yang muncul di dekat pantai wonogiri.
Ada juga mata
air yang ditemukan di dekat daerah pantai seperti sumber mata air Waru di paranggupito.
Selanjutnya
berkaitan dengan penggunaan air, ada perbedaan pola penggunaan air saat musim hujan
dan musim kemarau oleh masyarakat.
Saat musim
penghujan, masyarakat umumnya menggunakan air hujan sebagai sumber air utama
yaitu melalui penampungan secara mandiri.
Saat musim
hujan, seluruh kebutuhan air, mulai dari air minum, MCK, hingga kebutuhan lain
semisal penyiraman tanaman dilakukan menggunakan air hujan.
Namun saat kemarau
ada perubahan pola penggunaan sumber air.
Air minum biasanya
didapat dari mata air terdekat atau dengan membeli melalui truk tangki,
sedangkan kebutuhan MCK dan lainnya diusahakan dari air telaga.
Sudah ada
beberapa inovasi solusi yang diterapkan di beberapa Wilayah selatan Wonogiri
untuk mengatasi kekurangan air.
Inovasi-inovasi
tersebut sudah berhasil diterapkan di beberapa Wilayah secara swadaya dan didukung
oleh pihak swasta dan pemerintah.
Untuk pembahasan
inovasi-inovasi tersebut insyaallah akan kita diskusikan bersama di artikel
selanjutnya.
Apakah ada
yang berasal dari Praci? Kalau ada, Monggo berkomentar sekaligus sharing informasi
di kolom komentar ya.
Matur suwun..