Photo by Artur Aldyrkhanov on Unsplash |
Beberapa hari ini anak saya sedang hobi rewel. Segalanya tampak salah di matanya. Pengin rewel intinya. Memang baru sembuh dari pilek.
Ada - ada saja tingkahnya.
Pengin mainan air, padahal baru penyembuhan dari pilek. Dilarang nangis, dialihkan perhatiannya, tidak peduli.
Akhirnya terpaksa saya gendong keluar kamar mandi. Ndak apa nangis, lebih mudah dihibur kalau nangis daripada rewel di kamar mandi.
Ada saja tingkahnya. Setelah ganti baju, dia bongkar lemarinya. Dicarinya baju yang “bagus” menurutnya.
Dia lepas baju sebelumnya. Pengin ganti baju yang dia pilih.
Padahal baju sebelumnya sudah sesuai, baju tidur karena memang sudah malam dan saatnya tidur.
Dia masih keukeuh pengin ganti baju. Dia pilih baju yang sudah sempit, berkancing pula.
Tidak sesuai untuk tidur, tapi tetap mau dipakai. Ya sudah, saya biarkan.
Saat itu, dipikiran saya ada yang aneh. Kenapa serasa ini relate dengan kehidupan.
Apanya yang relate?
Saya sebagai manusia, tidak mengetahui masa depan. Tentang masa kini pun masih kurang ilmu. Anehnya, ketika berdoa kepada Allah Yang Maha Mengetahui, doa saya terkesan menggurui.
Mengapa? Saya minta ini, minta itu, yang begini, yang begitu. Kalau tak kunjung terkabul, terkadang ada perasaan gerundel. Bukannya ini sama dengan anak saya? Dia keukeuh minta sesuatu yang nyatanya itu tidak baik untuknya.
Dia belum tau, kita lebih tau dari dia. Tapi dia tetap keukeuh. Kalau tidak dituruti, dia menangis sebagai ekspresi kekesalannya.
Jadi, saya kepikiran. Apa iya, yang saya minta kepada Allah dengan keukeuh itu benar baik untuk saya?
Apa benar Allah itu belum mengabulkan permintaan itu.
Bisa jadi ternyata sudah dikabulkan, sudah diganti yang lebih baik. Tapi saya tidak sadar itu.
Kalau saya tetap keukeuh dengan permintaan yang seolah menggurui itu, apa iya hasilnya baik? Kalau ternyata Allah mengabulkan karena saya keukeuh, padahal itu tidak baik. Saya bisa apa?
Apa yang bisa saya ambil dari pemikiran yang lewat ini? Jadi, seharusnya saya selalu mengedepankan kesadaran bahwa saya tidak tahu apa-apa dibandingkan Allah Yang Maha Mengetahui.
Saat berdoa, mindset ini yang harus menjadi landasan. Bukan berarti doa tidak boleh spesifik. Boleh sekali. Goal/tujuan harus spesifik. Tapi tetap semua harus didasari dengan mindset Allah Yang Maha Mengetahui dan kita tidak tau apa-apa, kita tidak kuasa terhadap apa-apa.
Wonogiri Sukses